Friday 22 December 2006
Hanya Aku dan Hujan
Hujan. Buat sebagian orang, turunnya hujan bisa dijelaskan melalui pendekatan sains. Buat sebagian orang, turunnya hujan dijelaskan dengan pendekatan metafisik. Tapi buat aku, hujan tidak lebih dari rintik air yang menyenangkan. Apapun yang terjadi, hujan bisa membuat aku tersenyum dan menangis dalam waktu yang sama. Memperjelas kenangan yang dikaburkan oleh waktu.
Hujan ini turun lagi. Mungkin kamu ingat saat kamu duduk memandangi langit hitam kelam. Saat pikiranmu melambung, melayang kepada kejadian di gunung itu. Saat musibah kecelakaan itu terjadi pada malam saat hujan. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. Seperti saat kita pulang dari pesta seorang teman. Saat kita saling mentertawakan diri masing-masing. Hujan seolah ikut berbahagia sampai akhirnya reda saat kita habiskan sore dengan sepiring spagheti. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. Deras. Sederas air mataku waktu itu. Menangisi tidak saja kepergian dirimu tetapi juga kepergian apa yang kusebut ‘kesetiaan’. Kamu menghabiskan hari bersamanya disana dan aku disini setia menunggumu tanpa tahu apapun tentang kamu dan dia. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. ‘Happy Birthday to me’ dan kamu menikamku dengan sosok seorang perempuan yang kau bawa beserta seikat bunga kuning arti kita-sekarang-hanya-sahabat. Aku bernyanyi lagu ulang tahun dengan pisau hampir memeluk pergelangan tanganku. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. Saat kereta Bogor ini membawaku pulang menuju Depok. Aku tersenyum sendiri tanpa sadar. Sampai seorang teman bertanya apa aku masih memikirkan kamu. Ya. Aku memang memikirkanmu. Aku berpikir tentang ‘kebebasan’ dan aku tersenyum lebih lebar, bahkan tertawa kecil. Kamu ingat?
Dengan segala kesenangan yang kini mengelilingi hidupmu… kurasa tidak.
Dengan segala kenangan yang kabur seiring waktu… hanya aku yang ingat kan?
Ya. Hanya aku dan hujan.
[in memoriam Aan the bunny]
Hujan ini turun lagi. Mungkin kamu ingat saat kamu duduk memandangi langit hitam kelam. Saat pikiranmu melambung, melayang kepada kejadian di gunung itu. Saat musibah kecelakaan itu terjadi pada malam saat hujan. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. Seperti saat kita pulang dari pesta seorang teman. Saat kita saling mentertawakan diri masing-masing. Hujan seolah ikut berbahagia sampai akhirnya reda saat kita habiskan sore dengan sepiring spagheti. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. Deras. Sederas air mataku waktu itu. Menangisi tidak saja kepergian dirimu tetapi juga kepergian apa yang kusebut ‘kesetiaan’. Kamu menghabiskan hari bersamanya disana dan aku disini setia menunggumu tanpa tahu apapun tentang kamu dan dia. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. ‘Happy Birthday to me’ dan kamu menikamku dengan sosok seorang perempuan yang kau bawa beserta seikat bunga kuning arti kita-sekarang-hanya-sahabat. Aku bernyanyi lagu ulang tahun dengan pisau hampir memeluk pergelangan tanganku. Kamu ingat?
Hujan ini turun lagi. Saat kereta Bogor ini membawaku pulang menuju Depok. Aku tersenyum sendiri tanpa sadar. Sampai seorang teman bertanya apa aku masih memikirkan kamu. Ya. Aku memang memikirkanmu. Aku berpikir tentang ‘kebebasan’ dan aku tersenyum lebih lebar, bahkan tertawa kecil. Kamu ingat?
Dengan segala kesenangan yang kini mengelilingi hidupmu… kurasa tidak.
Dengan segala kenangan yang kabur seiring waktu… hanya aku yang ingat kan?
Ya. Hanya aku dan hujan.
[in memoriam Aan the bunny]
Labels:
tribute to the past
|
1 comments
Subscribe to:
Posts (Atom)
author
About Me
- farichah
- chirpy duckling, petrichor addict, criminal mind, a rookie writer, believed that zombies are exist
scrap
once upon
Friends
follow or not
Followers
visitor
Tinggalkan jejak anda...
Feedjit
doodle
Powered by Blogger.